rss
Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites

Kamis, 15 Maret 2012

Demi sebuah “profesionalitas”

Profesional. Satu kata yang paling sering kudengar ketika tanpa sengaja aku memencet remote control televisi yang ternyata acara infotainment. Ya. Memang benar orang-orang yang ada di dalam televisi itulah yang paling sering berkata seperti itu, artis. “Saya sebagai aktris harus profesional dalam berakting, ketika adegan ciuman, ya harus dapat cemistry dengan pasangan dulu, biar nanti dilihatnya bagus”. Hmm...begitulah kira-kira perkataannya, belum lagi ketika terdapat adegan ranjang, astaghfirullah, mual-mual rasanya mendengar kata-kata seperti itu.

Ups.

Salah siapa?

Salahku sendiri yang malah terus mantengin tuh tivi, mending juga diganti kan?

Bukan disitu pointnya..

Tapi pada praktek yang timpang mengenai pemaknaan satu kata itu. Yap, profesional. Ketika seorang pelajar yang profesional, maka ia seharusnya belajar dengan sungguh-sungguh. Seorang artis yang sudah dibicarakan diatas, harus total dalam berakting, agar disebut profesional. Ya,ya,ya..profesional dalam pekerjaan. Tapi, lupakah kita, siapa sebenarnya kita?

Siapa?

Semua orang yang sadar akan dirinya pasti setuju kalo kita ini hanyalah seonggok tulang berbalut otot, daging dan kulit, yang tidak berdaya apa-apa jika tidak diciptakan oleh-Nya. Lantas, buat apa kita diciptakan?
“Dan Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka mengabdi kepada-Ku.” Itulah jawaban langsung dari yang Yang Maha Menciptakan, dalam firman-Nya QS. 51:56.

Mengabdi.

Bisa diartikan mudah dengan kata beribadah. Jadi kita diciptakan untuk mengabdi pada-Nya dengan melakukan ibadah yang telah dituntunkan-Nya.
Terkait profesionalitas tadi, nah, sadarkah kita akan satu pertanyaan berikut ini?
Sudah profesionalkah kita sebagai seorang hamba yang diciptakan untuk mengabdi pada-Nya??

..............

Kalo kita bisa bilang harus profesional dalam bekerja, harus profesional dalam belajar, harus profesional dalam berkarya, harus profesional dengan seabrek tuntutan duniawi, lupakah kita akan tugas kita yang sebenarnya ada di tanah hamparan luas ini?
Menarik dituliskan oleh seorang penyanyi Maher Zain dalam lagunya yang berjudul Awaken, beberapa liriknya berikut :

Before the day comes
When there's nowhere to run and hide
Now ask yourself 'cause Allah's watching you
Is He satisfied?
Is Allah satisfied?
Is Allah satisfied?
Is Allah satisfied?



Ya, is He satisfied? Is Allah satisfied?
Apakah kita yakin bahwa Allah telah puas akan apa yang kita lakukan selama ini? Segala keprofesionalitasan duniawi yang kita lakukan selama ini, apakah telah mengurangi porsi profesionalitas akan Allah?

Ya, kita sendiri yang bisa menjawab.

Yang terpenting sekarang, bagaimana kemudian kita bisa bercermin dari perilaku kita selama ini, jika memang kita kurang atau masih belum profesional dalam mengabdi dan beribadah pada-Nya, so, let’s wake up and move!! Saatnya bangun dari kealpaan kita selama ini dan segera bergerak untuk menuju profesionalitas ruhani.

Caranya?

Wuah, seabrek. Mulai kerjakan dengan istiqomah dulu ibadah  yang wajib, baru kemudian pelan namun pasti, kerjakan yang sunnah.

Dari Abu Huriroh rodhiAllahu ta’ala ‘anhu beliau berkata: Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Allah ta’ala berfirman, barang siapa memusuhi wali-Ku maka aku izinkan untuk diperangi. Tidaklah seorang hamba-Ku mendekatkan diri kepada-Ku dengan suatu amal ibadah yang lebih aku cintai dari pada perkara yang Aku wajibkan. Hamba-Ku akan senantiasa mendekatkan diri kepada-Ku dengan amalan sunnah hingga Aku mencintainya. Jika Aku mencintainya, Akulah pendengarannya yang dia gunakan untuk mendengar, Akulah penglihatannya yang dia gunakan untuk melihat, Akulah tangannya yang dia gunakan untuk berbuat, Akulah kakinya yang dia gunakan untuk berjalan. Jika dia meminta kepada-Ku akan Aku berikan, jika dia meminta perlindungan pada-Ku, akan Aku lindungi.” (HR. Bukhari)

Subhanallah.... kita bayangkan ketika segala hal yang kita lakukan, Allah yang menuntunnya, Allah yang menjadi pendengaran kita, Allah yang menjadi penglihatan kita, Allah yang menjaga langkah kaki kita, Allah yang menjaga tangan kita, dan mengabulkan apa yang kita minta. Pasti akan indah dan mudah segalanya di dunia ini.

Sekarang, masihkah kita ragu untuk profesional dalam beribadah? Masihkah kita ragu untuk profesional secara ruhiyah? Masihkah kita ragu untuk profesional dalam mengabdi pada-Nya?

Kita yang menentukan....

Jumat, 30 Desember 2011

You’re unique!

Mungkin terlambat ketika aku menuliskan ini, karena pastinya sudah ada beberapa atau banyak orang yang sudah lebih dulu mengetahuinya. Tapi yang ingin kutulis disini, adalah kesalutanku akan sebuah tontonan yang memang layak untuk ditonton dan banyak sekali memberikan pelajaran, setidaknya untukku pribadi. 
 
Seorang anak tukang kebun yang punya hasrat kuat untuk belajar. Ketika ayahnya meninggal dan ia hidup sendirian, majikannya mengijinkannya untuk tinggal di rumahnya dan mengerjakan tugas-tugas pekerjaan rumah. Hasrat belajarnya tak padam, sehingga ia meminjam seragam lama milik anak majikannya supaya ia bisa belajar ke sekolah. Masuk ke kelas mana saja yang ia suka. Anak majikannya mulai memintanya untuk mengejakan PR-nya dan mengerjakan ujiannya, dan anak majikannya pun mulai menikmatinya. Suatu saat seorang guru melihat seorang anak kelas 6 yang mengerjakan soal untuk kelas 10, sang guru bertanya nama anak itu. Karena majikan anak itu adalah orang terpandang, maka si majikan tidak mau malu atas perbuatan si anak tukang kebun tadi. Maka terjadilah perjanjian dari si majikan pada si anak tukang kebun itu. “Kau yang memulainya, maka kau juga yang harus mengakhirinya”, kata majikannya. Maka jadilah si anak tukang kebun tadi memakai nama dari anak si majikan, dan belajar engineering, untuk jadi seorang insinyur. Sementara dia kuliah, si anak majikan tadi pergi ke London. 

Kamis, 07 Juli 2011

Bahagia karena kemanfaatan

Barusan buka blog ku yang satunya, blog utama untuk sharing tentang seputar IT, bidang yang aku sukai, di Fleur Pourpre.
Aku pake aplikasi Feedjit untuk mengetahui traffic blog ku, dulu ketika pernah aku buka, dan aku melihat banyak traffic disana, ada yang menelusup rasa bangga di hati, betapa tulisan-tulisan maupun aplikasi yang aku share bisa bermanfaat.
Dan sekarang pun juga, ketika barusan aku mencoba melihat kembali traffic dari Feedjit itu. Ada rasa bangga dalam diri, karena apa yang aku tuliskan dan aku bagikan lewat blog itu bermanfaat.
Ada yang datang ke blog langsung mengetik alamat blog ku, tapi lebih banyak lewat bantuan search engine, ya, terimakasih buat google.com yang telah menjadi perantara antara pembaca dan blog ku.
Aku merasakan betapa tulisan-tulisan tips dan pengetahuan sederhana pun, bisa bermanfaat buat orang lain, seperti kata salah satu temanku, banyak orang yang punya masalah yang sama, maka kufikir, sekecil/sesederhana apapun masalahnya, banyak orang pun juga merasakannya, dan dari situlah aku belajar untuk sharing apa yang aku ketahui untuk aku tuliskan di blog. Dan sekali lagi, ketika aku melihat banyak orang yang datang ke blog dan membaca apa yang aku tulis, itu satu hal yang membuatku bangga, dan lebih bersemangat lagi untuk menulis, tentang tips, share aplikasi, maupun hal lain seputar IT (karena blog itu aq khususkan untuk all about IT) yang harapannya dapat membantu memecahkan masalah para googler, maupun surfer internet.

Maka kemudian, satu kalimat yang selalu aku ingat dan aku patri kan baik-baik dalam diri, " Sebaik-baik orang adalah yang paling bermanfaat bagi sesamanya", minimal dengan blog itu, untukku, sudah mewakili dari realisasi kalimat tersebut. :)

Senin, 12 April 2010

Sindrom ini

asslmkm, hmmm..lama banget lagi-lagi ga nulis di blog.
Entah kenapa, rasa ingin nulis itu ada, tapi realisasi untuk benar-benar menulisnya itu yang terkadang atau sering susah. Susah karena masalah dalam diri, masalah internal sendiri, bukan karena orang lain.

Tapi harus, aku punya sebuah pemikiran bahwa sebenarnya/seharusnya, menulis itu adalah sebuah keharusan. Apapun itu. Karena segala sesuatu dapat di abadikan dengan sebuah tulisan. Ketika suatu saat kita menulis, sebuah keseharian misalnya, atau yang lebih sering disebut diary, jangan dikira itu adalah sesuatu yang tidak berguna, tidak.

Justru menurutku menulis diary akan mengabadikan setiap moment kita. Suatu hari kita membuka diary itu dan membacanya, ada semacam rasa yang membuat kita menyunggingkan sebuah senyum, atau bahkan membuat kita menangis tersedu-sedu, atau bahkan tertawa. Semua karena kita membaca apa yang telah kita tuliskan, dan kita kembali teringat akan masa-masa itu. Dan itu menyenangkan.

duh, kok malah sampe situ ngomongnya. Ya itu nek mau nulis ga taua apa yang mau ditulis. Jadi semua ga teratur. Tapi ya sudahlah...cuma pengen update blog aja dengan tulisan-tulisan.
Semoga ke depannya bisa menulis yang lebih manfaat, hehe..

Jumat, 19 Februari 2010

KETIKA UBI MENJADI OLAHAN BERGENGSI

Si ubi yang biasa ternyata luar biasa

Akhir-akhir ini banyak dari teman-teman kita yang suka mengkonsumsi hidangan cepat saji atau fast food. Yang kandungan gizinya sedikit, mahal harganya, enak rasanya dan lebih parah lagi biar dijuluki orang kelas atas. Tau gak teman-teman, makanan tersebut antara lain pizza, fried cicken, burger, hotdog, dan lain-lainnya. Makanan seperti itu hanya enak di mulut tak enak di tubuh. Karena banyak mengandung lemak yang tinggi, yang dapat menimbulkan berbagai penyakit. Makanan-makanan itu saat ini makin banyak beredar di Indonesia. Padahal hidangan-hidangan tadi berasal dari negara barat, namun diantara kita banyak yang menjadikan makanan tersebut sebagai menu sehari-hari.

Kurangnya kreatifitas dan keinginan manusia yang serba instant dalam mengolah bahan makanan, menjadikan kita malas untuk mengkonsumsi makanan Indonesia. Salah satu bahan makanan tersebut yaitu, ubi. Mendengar kata ubi aja yang terbayangkan adalah makanan biasa-biasa aja, ngaku gak doyan tapi kalau udah di depan mata langsung santap abis. Banyak orang bilang ubi itu makanan murahan, kelas pinggiran, sampai malu memakannya, karena takut dibilang kampungan.

Ubi biasanya hanya diolah seperti itu-itu aja. Ada yang digoreng namanya limpung, ada yang direbus namanya ubi rebus, dan ada yang di kukus lalu ditumbuk lalu digoreng namanya timus. Ubi yag harganya terbilang murah dan mudah didapat ternyata menyimpan banyak keistimewaan. Ubi tak hanya diolah biasa tapi bisa disulap menjadi hidangan bergengsi, bercitarasa tinggi dan harganya menjadi tinggi bila dijadikan usaha.

Dengan sedikit sentuhan keuletan, ubi bisa diolah ke berbagai jenis kudapan mulai dari nasi ubi hingga es krim ubi. Ubi dapat diolah menjadi tepung atau pasta, sebagai bahan dasar kudapan. Tepung ubi dibuat dengan cara ubi dikupas, dicuci dengan air, dipotong-potong, dijemur atau di oven sampai kering. Setelah itu digiling hingga menjadi tepung. Tepung ubi dapat diolah menjadi cake atau bubur ubi.

Sedangkan pasta ubi di buat dengan cara, ubi dikukus kemudian dilumatkan sampai halus. Pasta ubi dapat disimpan di dlm frezer hingga menjadi beku. Pasta ubi dapat diolah menjadi es krim ubi, nasi ubi, pia, jus, sirup, pudding, dan juga cake.

Menu yang dapat kita coba antara lain,es krim ubi. Dengan rasa dan tampilan tak jauh berbeda dari es krim biasanya. Teksturnya lembut tanpa aroma ubi yang terlalu dominan. Selain es krim ada juga nasi ubi yang tak kalah lezatnya. Bahan yang digunakan untuk nasi ubi yaitu beras, pasta ubi, air, lalu ditambahkan minyak kelapa, serai, salam, dan garam. Setiap 50 gr beras ditambah 50 gr pasta ubi ditambah air 300cc dan bumbu lain secukupnya. Lalu dimasak dalam rice cooker sampai matang.

Selain keistimewaan didalam olahan, gizi yang terkandung didalam ubi sangat bermanfaat bagi tubuh. Ubi mengandung prebiotik yang berfungsi menjaga kesehatan pencernaan. Ubi juga mampu memberikan perlawanan terhadap penyakit kanker karena mengandung zat aktif peredam kanker. Terdapat pula betakaroten yang diketahui aktif memperbaiki sel-sel yang telah rusak. Menjaga kesehatan mata, mencegah penyakit jantung, hingga stroke. Kandungan seratnya cukup tinggi. Ubi juga mengandung oligosakarida yang dapat mengoksidasi zat tak tercerna dalam usus menjadi gas yang dapat dibuang oleh tubuh.

Nah, sekarang, apakah kita masih menyepelekan hasil pangan Indonesia? Merasa malu mengkonsumsinya? yang ternyata kandungannya sangat istimewa. Orang-orang Indonesia juga belum membudidayakan ubi secara maksimal, padahal lahan pertanian luas. Belum juga diolah menjadi olahan unggulan, belum juga dihargai sebagai makanan bergengsi. Tak perlu ragu lagi saat ini tinggal memilih mau di sulap menjadi hidangan apa si ubi tadi. Dijadikann bisnis makanan pastilah menyenangkan ,mengubah si ubi yang biasa menjadi luar biasa. Inilah salah satu kekayaan Indonesia, masihkah kita malu mengakuinya? Oh, come on… yang benar saja…

Indonesia oh Indonesia

Sudah berapa lama kita hidup di tanah Indonesia?

Sudahkah kita mengenal Indonesia?

Sudahkah kita berbuat untuk Indonesia?

Indonesia, merdeka tahun 1945. Sudah hampir 65 tahun. Jika usia kita 20 tahun, seharusnya kita telah mengenal Indonesia.

Indonesia. Terbentang di sela – sela benua Asia dan Australia, terbentuk dari belasan ribu pulau yang tersebar di lautan, antara Samudera Hindia dan Samudera Pasifik. Sungguh sebuah prestasi, ketika tak satu pun dari bagian itu hilang atau lepas. Inilah Indonesia. Meskipun menyebar, namun tetap memiliki satu jiwa.

Indonesia, yang pernah dijuluki Zamrud Khatulistiwa. Masihkah kini berwarna hijau? Jawabannya adalah: masih. Masih banyak hutan di Indonesia yang menunggu untuk terus dirawat dan dilestarikan. Marilah menjadi agen penyelamat bumi. Diawali dari bumi pertiwi kita sendiri.

Indonesia, yang sebagian wilayahnya berupa lautan. Sumber daya alam yang tersimpan di dalamnya sedang menunggu untuk dipoles menjadi mutiara mahkota bagi Indonesia. Mereka telah siap untuk diangkat, untuk meningkatkan derajat bangsa Indonesia.

Indonesia, yang memiliki kuantitas penduduk sangat tinggi. Mereka menunggu untuk “dicambuk”, untuk berkarya, untuk melejitkan potensi bangsa, yang sedang terperangkap dalam sangkarnya.

Indonesia, yang memiliki berbagai jenis budaya. Sungguh suatu kebanggaan bisa memperkenalkan cantiknya pesona Indonesia ke dunia luar. Biarkan mereka mengenal, menjelajah, dan menikmati keindahannya.

Indonesia, yang memiliki adab tersendiri dalam bergaul. Indonesia yang memiliki karakter tersendiri. Bangsa lain akan mengenal Indonesia, lebih dekat, ketika bangsa Indonesia memegang teguh prinsip yang dipegangnya. Tetaplah menjadi Indonesia yang beradab dan beretika.

Indonesia, yang terbuka. Semua dipersilakan menikmati jamuannya. Semua dipersilakan membawa dagangannya. Namun, pahamilah, Indonesia tetaplah Indonesia.

Bangga jadi orang Indonesia? Buat Indonesia bangga dong….

(Let’s be produktif! Mengubah kondisi murung menjadi untung)

Malu (aku) jadi orang Indonesia.

Hari gini masih terkungkung pikiran itu? Sudah basi kawan…. Saat ini waktu telah berubah. Semua orang berlomba – lomba untuk menciptakan sesuatu yang baru, untuk jadi pencetus sesuatu. Sekarang ini zamannya inovasi. Mengutip kalimat seorang sahabat; bergeraklah, karena diam itu mematikan. Kalau kita diam saja dan hanya menyesali nasib telah dilahirkan di Indonesia, mati aja lo! Beginilah Indonesia, apa adanya, kita harus menerima. Jika kondisi ini membuat kita murung, cemberut, bahkan malu, kitalah yang harus mengubahnya. Kita tak mungkin lari ke luar negeri, karena di mana pun, rasa tidak puas itu akan selalu mengejar. Jadi, hadapi dengan terus berjuang dan berusaha!

Apa sih yang membuat kita murung?

Koruptor. Satu kata ini menjadi momok bagi bangsa Indonesia saat ini. Kasus paling hot yang hingga kini tak kunjung reda, meski telah ada lembaga KPK. Gimana mengatasinya, ya? Hematku, masalah ini memang harus diselesaikan mereka yang di atas sana. Tapi kita sebagai pribadi penghuni Indonesia juga tak bisa diam. Kita harus membiasakan diri dan lingkungan sekitar kita bebas korupsi. Mulai dari yang kecil dan sejak dini.

Misalnya, tekankan kejujuran pada anak-anak. Ajari mereka tentang sikap curang dan bahayanya. Pastikan siswa-siswa jujur dalam setiap ulangan dan ujian. Yang terpenting adalah penerapan pengajaran moral kepada anak-anak hingga tumbuh dewasa. Jadi, yang berperan bukan hanya orang tua melainkan juga orang-orang sekitar. Mulailah dari diri kita dan lingkungan kita. Ajarkanlah kejujuran dan kebaikan. Kita bangun peradaban. Demi Indonesia lebih baik di masa depan.

Apalagi yang membuat kita murung ketika mengingat Indonesia?

Sumber daya manusia alias tenaga di Indonesia tumpah ruah. Namun tak tahu harus diapakan. Tidak mengerti bagaimana cara memberdayakan. Kenyataannya, hanya helaan nafas melihat jumlah pengangguran yang semakin subur. Inilah saat berinovasi. Kita bisa menciptakan usaha yang bisa merekrut mereka. Misalnya, bimbel privat.

Bukan bualan, semua orang butuh pendidikan. Semakin besar bimbel yang kita buat, makin banyak siswa, makin banyak pula kita membutuhkan tentor. Setidaknya memberikan pekerjaan bagi mereka yang ingin mengajar. Ide lain yaitu membuat usaha merchandise. Kita bisa mempekerjakan banyak orang untuk membuat banyak barang sekaligus menjualnya. Semakin giat menjual, makin luas pasar, makin banyak order, makin banyak juga tenaga yang bisa difasilitasi untuk bekerja. Kreativitas lain bisa dengan membuka usaha catering atau makanan ringan. Inovasi selanjutnya adalah mengembangkan, tidak hanya berada di satu tempat. Karena kita akan membangun peradaban.

Sumberdaya manusia teruji, yang cerdas dan pandai, lebih tertarik untuk bekerja di luar negeri. Memang, kecemerlangan otak masih kurang dihargai di Indonesia. Di sini diperlukan keikhlasan. Bagi kita yang merasa bisa, belajarlah sejauh mungkin, hingga kita temukan “ujung dunia”, lalu kembalilah. Bangunlah bumi pertiwi ini dengan ilmu yang kita miliki. Jika bukan kita, siapa lagi?

Mungkin tawaran materi yang diberikan pihak asing lebih tinggi, tapi nikmatilah yang sedikit, dan buatlah menjadi menggiurkan untuk generasi penerus kita nanti. Sekarang memang sedikit, tapi dengan usahamu, jadikanlah bukit yang rindu untuk ditapaki. Kala kita merasa tak mampu, ingatlah, jika kita tak mau belajar untuk memajukan Indonesia, selamanya Indonesia akan seperti ini. Tak hanya membuat kita murung, tapi juga menangis.

Untuk membuat senyuman di Indonesia ini, kita memang harus banyak berkorban. Belajarlah, bekerjalah, berkaryalah, demi Indonesia tercinta. Manfaatkan segala macam potensi diri kita untuk mengembangkan segala jenis potensi yang dimiliki oleh Indonesia.

Jika kita (ingin) tahu, ratusan jenis tanaman tertancap di tanah subur Indonesia. Ratusan kebudayaan memungkinkan ratusan inovasi karya di seluruh pelosok Indonesia. Ribuan jenis ikan sedang berenang di lautan Indonesia. Ratusan juta orang akan melihat hasil peluhmu. Dan entah apa saja yang menanti kita di dalam perut bumi sana. Indonesia menunggu kita, generasi muda yang pantang bermuka masam dan tidak hanya diam tak bergerak menapaki zaman. Buatlah Indonesia bangga. Dan kita akan selalu tersenyum mengenangnya.